Tugas Riset Akuntansi (puisi)

SOSOK


Sehelai sutra penutup mahkota
Senyum di kulum modal utama
Tatapannya perisai, mandiri semboyan hidup
Kelembutan bungkusan tubuh
Kutanam ia di taman impian
Kuberi namanya EN

Jika angin menembus pori-pori
Tersenyum EN memanggil namaku
Oh, mimpi hadirkan itu sosok dalam hidup
Jangan batasi sebuah pertemuan
Jenguklah aku ketika bermain baying

SEPERTI KEMATIAN



aku dapati kematian
tiap gali rahasia perempuan
serupa mendung
di wajahmu
aku hanya rasakan
aroma peluhmu
lalu mata,
bibir yang anggur
sebagai kanal dingin:
sesunyi pelataran ini
buatku mendesah
kugotong berwaktu-waktu
mencapai pendakian
dan membongkarnya
di kanal ini
tapi, sudah berapa jauh
aku ngembara,
berapa lubang kugali
mencari temu rahasia?

engkau, perempuan, rahasia
yang sulit diselami
seperti kematian
yang kurasakan
setiap petang…

SEPENGGAL PERCAKAPAN



Katamu: sekali waktu
dalam seminggu
betapa perlu
malas-malasan

Akan kucoba: menyingkirkan kesibukan
melupakan pikiran melenyapkan jabatan
(yang ternyata lebih sering menjengkelkan)
Ongkang-ongkang di kursi goyang
berjemur mencari undur-undur
mendengkur dalam khayalan baur
mekarnya cengkeh sekebun

Atau ini: mengusik si kecil yang rewel
supaya ibunya jengkel
lalu menjewerku ke kamar dihukum
dengan pelukan
lantas menanggalkan pakaian

Setahuku: bukan itu maksudmu
kemalasan demikian lebih bermakna
kesia-siaan
(sekalipun terkadang terasa perlu)
Aku menduga: mengusir kejenuhan
berarti perenungan
menafakuri nilai-nilai hari
yang kita lalui
pertimbangan berganda
untuk pal demi pal baru
yang selalu nantang ditempuh

Bukankah begitu?

SEMBAHYANG MALAM

Alam semesta
Hening menggenang

Air mata yang deras mengalir
bersumber pada kalbu-Mu


Kumpulan sajak Ajip Rosidi "Ingat Aku dalam Doamu"

Rahasia

Seperti sejumlah kata
Yang menggelepar ke luar
Meniti buih demi buih
Dunia yang terlantar

Seperti sejumlah musim
Yang kering, basah, dan mandi cahaya
Merangkak pada sumbu
jantung kita

Seperti sejumlah risau, benci dan cinta
Yang berpendar pada waktu
Menggaram akar-akar nafsu
Antara Adam lagu impian ziarahmu

Seperti sejumlah kata
Yang menyalin nama-nama
Meniti buih demi buih
jiwa kita

Piknik 55

Kereta terakhir menderit
di ujung stasiun. Telah habis hari ini
perjalanan bersama, senja di balik bukit-
bukit kelabu. Telah lalu umur hari, satu dari

panjangnya rasa. Jauh berbeda
udara pegunungan daripada kota,
yang satu ketenangan, yang lain keriuhan,
ketekunan dalam kerja, kesibukan dalam nyala.

Dua-duanya sama-sama
menghidupi kelanjutan,
kehijauan tumbuhan

dan harapan. Masih luas
lapangan dan subur
turun keakanan

ENGKAU, SUKMA

Sukmamu bangkit
Bagai bianglala
Berdiri
Di cakrawala
Merenda siang dalam impian
Gemerlap warna-warni benang sutra.

Badai tidak datang
Angin pulang ke pangkalan
Istirahat panjang.

Langit menyerah padamu
Menggagalkan lingkaran
Surya kabur kembali ke timur.

Sepi.
Hanya napasmu yang tenang
Terdengar bagai nyanyian.

Engkau dan Aku

Dahulu kita bertikai
Antara jalanmu jalanku
Sekarang kita sampai
Antara dua siku

Dahulu engkau ke sana
Aku pun melangkah ke anu
Sang Kala memutar kompas di belakang kita
Sekarang engkau dan aku

Engkau memetik melati
Aku menyiapkan api
Engkau menangis di sini
Aku tak tahu akan pergi

Pintu belantara itu terbuka
Burung-burung rimba berkeliaran
Kita telah sampai di ujung jalan
Memandang tamasya di sana

Siapakah engkau siapakah aku
Siapakah kita yang tersedu di ujung jalan itu

DUNIA MIMPI


hingga kini tak pernah
ada ikrar yang mencatat
sejarah pertemuan ini
lalu kita ciptakan kamar
di sembarang waktu
untuk menyatukan mata
yang selalu berkeliaran
di waktu seperti ini,
pernahkah kau tidur
bersama peri, kawin
lalu beranak peri?

suatu masa
ia menjelma ular
dan merayu ayah
selingkuh dengan buah itu
bunda yang ada di kamar itu
meratapi kekhilafan ayah
hingga melunta di rimba
memanggil namamu

suatu masa
ular jelmaan itu
berumah di kelamin ayah
mematuki bunda demi bunda
di sembarang kamar
seperti di dalam kandang
yang kau baca
pada gulungan film

suata masa
ular yang bersarang
di kelamin ayah
menjelma kita…

Hanya dalam puisi

Dalam kereta api
Kubaca puisi: Willy dan Mayakowsky
Namun kata-katamu kudengar
Mengatasi derak-derik deresi.
Kulempar pandang ke luar:
Sawah-sawah dan gunung-gunung
Lalu sajak-sajak tumbuh
Dari setiap bulir peluh
Para petani yang terbungkuk sejak pagi
Melalui hari-hari keras dan sunyi.

Kutahu kau pun tahu:
Hidup terumbang-ambing antara langit dan bumi
Adam terlempar dari surga
Lalu kian kemari mencari Hawa.

Tidakkah telah menjadi takdir penyair
Mengetuk pintu demi pintu
Dan tak juga ditemuinya: Ragi hati
Yang tak mau
Menyerah pada situasi?

Dalam lembah menataplah wajahmu yang sabar.
Dari lembah mengulurlah tanganmu yang gemetar.

Dalam kereta api
Kubaca puisi: turihan-turihan hati
Yang dengan jari-jari besi sang Waktu
Menentukan langkah-langkah Takdir: Menjulur
Ke ruang mimpi yang kuatur
sia-sia.

Aku tahu.
Kau pun tahu. Dalam puisi
Semuanya jelas dan pasti